Kabupaten
Lebak Provinsi Banten tidak diduga ternyata memiliki banyak terdapat Air Terjun
indah yang belum terekspos, atau warga sekitar menyebutnya Curug. Salah satunya
adalah Curug Cibatu Ngenah. Berdasarkan wilayahnya Curug ini berada
diperbatasan Kasepuhan Desa Cibarani Kecamatan Cirinten dan Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar dimana suku Baduy berada.
Pertama
kali menyaksikan rangkaian curug-curug indah ini saya cukup terpana, ya, karena
terdapat setidaknya lima Curug indah disepanjang sungai ini. Tidak bisa saya
sembunyikan, ditambah memang baru pertamakali ini saya kunjungi. Dari
sekian Curug yang pernah saya datangi, Curug Cibatu Ngeunah sepertinya yang
paling luar biasa. Bagaimana tidak, dari mulai keluar kampung Cibarani, kami
sudah disuguhkan dengan bentangan alam yang begitu indah, barisan bukit
berjejer melingkung Desa Cibarani.
Selanjutnya hamparan sawah yang hijau
membentang, jembatan dengan aliran sungai kecil berair jernih. Masyarakat
kampung menyapa kami dengan ramah, dan bertanya bade kamarana (mau pada kemana)
kata mereka, kami menjawab mau ke Curug Cibatu Ngeunah, rupanya Curug ini sudah
cukup dikenal oleh warga, jauh kata mereka. Kami hanya tersenyum kecil.
Sebelum
jauh melangkah, kami menyiapkan bekal berupa beberapa bungkus Nasi Timbel, ikan
asin, lalapan, kopi tumbuk, gula beureum (gula merah) asli Cibarani, serta
perlengkapan memasak seperlunya, suluh (kayu bakar) mudah dicari di Curug aja
kata Minggu, demikian namanya, guide kami, orang asli Kampung Cibarani, diserta
dua keluarganya dan seorang Baduy, Sarmin yang juga ikut serta dengan kami.
Kemudian
dilanjutkan dengan trek menanjak ke atas bukit dengan jajaran pohon-pohon besar
dan tinggi menjulang, tanah lempung berbatu-batu besar. Sepekan sebelumnya
padahal hari selalu terik, makanya sengaja kami memutuskan hari itu kami
berangkat, ternyata cuaca berubah derastis, hari itu hujan turun lebat,
sehingga jalan lempung, becek semakin menantang. Sebenarnya tantangan sudah
sejak sedari tadi dari mulai kami datang, jalan sepanjang 3 km memasuki kampung
Cibarani masih berbatu dan kerap terdapat tanjakan, kadang kendaraan roda empat
kami harus bersusah payah menaiki tanjakan jalan batu yang licin, karena hujan,
maklum mobil yang kami bawa bukan kendaraan 4x4 untuk menghadapi medan berat.
Kembali
ke trek, membelah belukar, selanjutnya kami disuguhkan dengan hamparan Huma
Urang Baduy yang menawan, berlama kami menikmatinya, ditengah rinai hujan,
sambil berselfie atau berfoto di atas bukit yang miring, begitu romantis. haha. Sesekali
saya menemukan batu-batu besar hitam berlipat-lipat, seperti batu lava, apakah
dulu wilayah ini terdapat gunung aktif ? lumayan cukup banyak batu-batu seperti
itu terserak di bukit. Huma Urang Baduy terhampar seluas mata memandang, sudah
menguning, indah.
Terdapat
pula beberapa saung tempat istirahat Urang Baduy. Kebetulan, saat itu kami
berpapasan dengan sekelompok Urang Baduy Dalam nu keur nutu beas huma (yang
sedang menumbuk beras huma), terdapat leuit (lumbung padi) didekat situ dengan
seperangkat lisung lengkap dengan halu untuk menumbuk beras, tiga orang
perempuan Baduy tampak sedang asyik menumbuk. Kami memberanikan diri mencoba
ikut menumbuk, maklum saja sebagian rombongan kami dari Lebak Adventure Club
(LAC), ada yang belum pernah merasakan menumbuk padi atau beras menggunakan
halu. Sudah jarang ditemui dikota.
Hampir
sejam bahkan lebih, dengan kecepatan santai kami berjalan menyusuri jalan
menanjak, diiringi gerimis, tak terasa, gemuruh air sudah terdengar, satu
tanjakan lagi kata Minggu, kita akan sampai di aliran sungai. Benar
saja, walau sedikit harus bersusah payah karena licin, kami akhirnya sampai di
aliran sungai, senang. Langsung lelecehan (bermain air) dan istirahat sejenak,
diatas batu, diatas pohon rubuh yang melintang sungai, damai.
Kami
melanjutkan perjalanan dengan menyusuri aliran sungai, sejuk, hieum menurut
istilah urang sunda, air sungai terasa dingin. Sepanjang sungai yang kami
lewati, semuanya membuat kami takjub, tak puas kami berfoto, gemericik air
begitu menyejukan. Sesekali terdapat Curug kecil dengan riam yang cukup deras,
dengan air yang jernih.
Dibawah
atau dihilir sungai sebenarnya terdapat Curug, tapi kami langsung menuju Curug
kedua, benar saja tak berapa lama kami sudah menjumpai Curug tersebut, agak
terkejut, karena kondisinya seperti telah terjadi Banjir Bandang, longsor dan
angin puting beliung, pohon-pohon besar cukup banyak yang bertumbangan, tapi
tetap saja tidak mengurangi keindahan Curug di tempat tersebut, alirannya
begitu indah, terdapat beberapa aliran selebar sungai. Karena hamparan tanahnya
cukup luas kami akhirnya memutuskan untuk membuka bekal dan memasak di lokasi
tersebut.
Tapi
tiba-tiba Minggu, guide kami, berseru masih ada Curug lagi di atas, akhirny
hanya berdua yang ikut dengan Minggu, saya dan seorang rekan LAC. Kami nerekel
(naik) tebing batu menuju atas Curug, pohon semakin rapat dan hieum, aliran
sungai semakin jernih dan menggoda. Setidaknya dua Curug lagi yang dapat kami
temui dalam satu aliran sungai tersebut, sedangkan perjalanan menuju satu lagi
Curug di hulu sungai tidak kami lanjutkan, karena kawan-kawan yang lain
tertinggal cukup jauh dibawah. Dua Curug yang sempat kami temui benar-benat
membuat takjub, alirannya berundak-undak selebar sungai, Subhanallah. Indah
luar biasa.
Akhirnya
kami memutuskan untuk turun kembali, baru terasa kami belum makan siang. Perut
sudah mulai menagih, masih gerimis. Sampai di bawah, masakan ternyata sudah
siap, bahkan sudah dimulai oleh ‘pasukan’ yang tertinggal, ayo kata mereka.
Wah, menu istimewa, nasi timbel, goreng ikan asin, goreng tempe, lalap
mentimun, disertai orchestra gemericik air sungai yang mempesona.
Tiba-tiba,
hujan deras, haha, paciweuh (sibuk) kami mencari tempat agak tersembunyi agar
tidak terkena air hujan, nikmat saja, makan siang dengan ditingkahi hujan
lebat. Pengalaman luar biasa. Selesai
melakukan perjalanan, kami disambut di saung Jaro (Kepala Desa) Cibarani abah
Dulhani, setelah sholat dan bersih diri, kami disuguhi kopi hitam yang nikmat.
Ngobrol ngalor ngidul, ternyata surprise setelah menikmati beberapa Curug belum
selesai. Kami dibawa ke kampung Cinangka untuk menikmati Goa Pamondokan.
Benar
saja, gelapnya goa ternyata menyimpan keindahan dan kearifan yang luar biasa,
dengan diantar Abah Harun, kami menyusuri setiap lekuk goa, dinginnya dinding
goa, merayap celah goa, tak terlukiskan. Suguhan
dua keindahan alam yang telah kami rasakan belum habis kami puji, ternyata
menurut Jaro dan minggu guide kami, setidaknya masih terdapat beberapa Curug
yang tersebar di Desa Cibarani ini. Yang lainnya yaitu Curug Mukidin, Curug
Suwakan, Curug Badedes.
Tak terayangkan, dalam satu jalur sungai ini saja tak
tanggung-tanggung terdapat lima Curug indah, ternyata masih terdapat
curug-curug lain, dengan suasana hutan yang masih alami, belum lagi suasana
perbatasan kampung Baduy dengan hamparan pare huma di lereng bukit. Ah, membuat
kami Rindu untuk datang kembali ke kampung Cibarani.